Sekilas UU ITE

Pasal 29 UU ITE
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
Pasal 45 ayat (3) UU ITE
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, Setro Septo Nugroho pada tanggal 27 Januari 2010 mengirimkan surat kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta perihal penyampaian salinan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis atas Tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional yang ditetapkan tanggal 22 Januari 2010.

Peraturan Pemerintah (PP) ini menjadi perdebatan, dikarenakan perubahan tarif yang begitu signifikan, tapi apapun alasannya Peraturan Pemerintah tetap harus dilaksanakan. Kita berharap peraturan ini betul betul untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

BADAN HUKUM PENDIDIKAN


BHPP adalah BHP yang didirikan oleh Pemerintah 
(Pasal 1 angka 2 UU BHP). BHPP didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan Pemerintah atas usul Menteri (Pasal 7 ayat (1) UU BHP).
BHPPD adalah BHP yang didirikan oleh pemerintah daerah 
(Pasal 1 angka 3 UU BHP). BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota (Pasal 7 ayat (2) UU BHP).
BHPM adalah BHP yang didirikan oleh masyarakat 
(Pasal 1 angka 2 UU BHP). BHPM didirikan oleh masyarakat dengan AKTA NOTARIS yang disahkan oleh Menteri (Pasal 7 ayat (3) UU BHP).
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (3) UU BHP, pendirian BHPM wajib (imperatif) dibuat dengan akta Notaris, dengan demikian kewenangan pembuatan akta seperti telah menjadi domain Notaris.
Siapakah (subjek hukum) yang mendirikan/pendiri BHPP, BHPPD dan BHPM ? Pasal 1 angka 6 UU BHP menegaskan bahwa pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan. Selanjutnya Penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU BHP, menegaskan pula bahwa. pendiri dapat berupa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis. Dengan demikian pendiri BHP dapat berupa :
1. Badan Hukum Perdata - untuk BHPM, yaitu :
- Orang perseorangan;
- Kelompok orang; atau
- Masyarakat ,
- Badan hukum (yayasan, perkumpulan), atau
- Badan hukum lain sejenis.
2. Badan Hukum Publik – untuk BHPP dan BHPPD, yaitu :
- Pemerintah untuk BHPP.
- Pemerintah daerah (gubernur/walikota/bupati) untuk BHPPD.
Pendirian pertama kali BHPM wajib dalam bentuk akta pihak, jika setelah BHPM berdiri sebagaimana mestinya dan memperoleh status sebagai badan Hukum, maka sesuai dengan karkater sebuah Badan Hukum, maka segala perubahan apapun wajib dibuat dengan akta Berita Acara atau akta Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak. Dalam kaitan ini sangat perlu untuk diperhatikan dalam badan hukum yang lainnya, seperti perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan atau koperasi atau partai politik, jika terjadi perubahan apapun, disamping dibuat dengan akta Berita Acara atau Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris, tidak jarang pula dibuat Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan yang kemudian oleh para pihak yang diberi kuasa di-Notaril-kan di hadapan Notaris dalam bentuk akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR). Bahwa akta PKR tersebut meskipun secara lahiriah, formal dan materil telah memenuhi syarat sebagai akta Notaris, tetapi secara maknawi akta tersebut yang berbahankan Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan, sebenarnya sebagai sebuah bentuk Penyelundupan Hukum atau Penyiasatan Hukum, yang jika suatu hari terjadi permasalahan hukum (misalnya terjadi pemalsuan tanda tangan), maka akta Notaris yang berisi PKR tersebut tidak dapat melindungi Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan. Dalam kasus seperti ini, memang Notaris tidak disalahkan, selama-sepanjang bukan rekayasa dari Notaris, tapi untuk para pihak akan membawa akibat hukum yang panjang, jika ternyata kepalsuan tanda tangan yang tercantum dalam Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan terbukti, yaitu berkaitan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan akta PKR yang didalamnya berbahankan Catatan atau Berita Acara atau Risalah Rapat Dibawah Tangan yang tanda tangan dipalsukan tersebut. Khususnya berkaitan dengan BHPM yang telah berbadan hukum, jika akan melakukan perubahan, disarankan segala perubahan tersebut dalam bentuk akta Berita Acara atau akta Risalah Rapat yang dibuat oleh Notaris, sebagai tindakan ke-berhati-hati-an agar tidak terjadi permasalahan sebagaimana yang saya uraikan di atas.
Salah satu substansi UU BHP yang perlu diperhatikan secara tersendiri yaitu mengenai yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain yang sejenis yang selama ini (sebelum berlakunya UU BHP) telah menyelenggarakan pendidikan formal . Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 8 ayat (3) UU BHP menegaskan bahwa yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara .  
Dalam praktek akan ditemukan bahwa BHP Penyelenggara ini, ada yang hanya menyelenggarakan satu – satuan pendidikan formal saja atau ada yang lebih dari satu menyelenggarakan pendidikan formal, bahkan ada yang lebih dari itu, misalnya menyelenggarakan pendidikan nonformal dan kegiatan lainnya. BHP yang menyelenggarakan satu atau lebih satuan pendidikan formal tetap diakui eksistensinya (Pasal 8 ayat (3) juncto Pasal 9 UU BHP). 

PPAT

PPAT sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37/1998, Tgl 5 Maret 1998 terdiri dari PPAT, PPAT Sementara, dan PPAT Khusus

PPAT : adalah Pejabat Umum yang diberik kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun ; Biasanya jabatan ini dirangkap oleh Notaris

PPAT Sementara : adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

PPAT Khusus ; adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu

NOTARIS

Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke abad ke 2-3 pada masa roma kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae, tabellius atau notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato.

Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi istilah/titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer. Notaris adalah salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.

Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah.

Notary Public
From Wikipedia, the free encyclopedia 
 
A notary public (or notary or public notary) is a public officer constituted by law to serve the public in non-contentious matters usually concerned with estates, deeds, powers-of-attorney, and foreign and international business. A notary's main functions are to administer oaths and affirmations, take affidavits and statutory declarations, witness and authenticate the execution of certain classes of documents, take acknowledgments of deeds and other conveyances, protest notes and bills of exchange, provide notice of foreign drafts, prepare marine protests in cases of damage, provide exemplifications and notarial copies, and perform certain other official acts depending on the jurisdiction[1]. Any such act is known as a notarization. The term notary public only refers to common-law notaries and should not be confused with civil-law notaries.

With the exceptions of Louisiana, Puerto Rico, Quebec, whose private law is based on civil law, and British Columbia, whose notarial tradition stems from scrivener notary practice, a notary public in the rest of the United States and most of Canada has powers that are far more limited than those of civil-law or other common-law notaries, both of whom are qualified lawyers admitted to the bar: such notaries may be referred to as notaries-at-law or lawyer notaries. Therefore, at common law, notarial service is distinct from the practice of law, and giving legal advice and preparing legal instruments is forbidden to lay notaries.

Sejarah Hukum


Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran para sejarawan sosial. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil. Para sejarawan hukum seperti itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penelitian ilmu sosial, dengan menggunakan metode-metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara pihak-pihak yang mengadukan kasusnya, mereka yang mengajukan permohonan, dan para pelaku lainnya dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil-hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasus-kasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis terhadap lembaga-lembaga hukum, praktik-praktik, prosedur dan amaran-amarannya yang memberikan kita gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan masyarakat daripada yang dapat dicapai oleh studi tentang yurisprudensi, hukum dan aturan sipil.

Mengurus Sertifikat Tanah Semakin Murah

Kepengurusan tanah akan semakin murah karena mulai bulan ini masyarakat tidak perlu lagi membayar untuk mendapatkan blanko akta PPAT. Penyediaan dan pengelolaan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan diperlakukan sama dengan blanko sertifikat tanah yang disediakan oleh negara sehingga menjadi gratis.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, dengan kebijakan baru ini, masyarakat dibebaskan dari biaya pembelian blanko akta PPAT dan PPAT tidak boleh lagi mengenakan biaya karena semua telah ditanggung APBN melalui DIPA BPN. “Surat persetujuan Menteri Keuangan sudah ada sehingga sudah bisa dimulai sekarang,” kata Joyo di Jakarta, kemarin.

Blanko akta PPAT dahulu, menurut Joyo, standarnya dijual dengan harga Rp 25.000. Namun di banyak tempat, blanko tersebut dijual dengan harga lebih tinggi, bahkan mencapai Rp 250.000-Rp 300.000. Untuk blanko baru yang disediakan negara nantinya akan didistribusikan ke PPAT di seluruh Indonesia.

Diharapkan, dengan adanya blanko gratis ini tidak akan beredar lagi blanko palsu. “Untuk pengawasan, maka semua blanko terdaftar dan teregister atas PPAT tertentu sehingga akan sistem monitor dan pengendalian,” katanya.

Selain itu, BPN juga akan memberikan identitas (ID) khusus kepada PPAT dan PPAT pengganti. Dengan adanya identitas khusus ini, akan mengurangi praktik percaloan yang selama ini banyak terjadi dalam pengurusan pertanahan.

Sistem informasi PPAT ini diharapkan akan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan tertib administrasi pertanahan. “Ini juga dikembangkan dalam rangka pengendalian blanko akta PPAT yang sekaligus menghindari percaloan dalan pengurusan pertanahan,” katanya.

Pada 2009, BPN mendapat realisasi anggaran sebesar Rp 2,069 triliun atau 80,03 persen dari jumlah anggaran tahun 2008 sebesar Rp 2,586 triliun. Pada tahun 2008 BPN juga berhasil menyelesaikan pengkajian kasus pertanahan sebanyak 1.042 kasus dan penanganan kasus pertanahan 1.885 kasus. 

“Pada 2007-2008, BPN juga telah melakukan redistribusi tanah melalui reforma agraria dengan luas 367.702 hektar dengan 291.787 kepala keluarga penerima,” tambah Joyo. (Uji Agung Santosa/Kontan)

taken from www.kompas.com

sinyal mantep telkomspeedy